Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang
memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar
teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada
anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik
bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan
diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip
dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami
dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam
bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam
pengajaran matematika.
Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan
dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak,
karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis
dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam
kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu
mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak
boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula..
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar
menjadi 6 tahap, yaitu:
1.
Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari
pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan
tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.
Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan
anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur
sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai
mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang
merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan
Aturan (Games)
Dalam permainan
yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola
dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat
dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi.
Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan
memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk
berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang
dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat
konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan
bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan
pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah,
kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul
pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap
bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3.
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam
kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan
mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam
permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block
logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang
tebal, anak diminta
mengidentifikasi
sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi
adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa
menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang
dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak
untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan
pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal …….
diagonal
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi
termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika
atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya
diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan
rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang
didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi
merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa
dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal
dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema
tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap
formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya
secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang
berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya
bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup,
komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers,
membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton)
berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit
perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika
dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan
dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga
anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan
minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent)
dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut
Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan
lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual
variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai
pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep
matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment)
juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel
matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai
sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan
demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep
tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan
dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang
terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk
membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan
temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak
didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar
yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo - simbol dengan
konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi
kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan
formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih
melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya
sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan
matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang
tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam
memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak
didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk
kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan
aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada
suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.
Zoltan
P. Dienes, yang dididik di Hungaria,
Perancis dan Inggris, telah menggunakan minat dan pengalamannya dalam
pendidikan matematika dan dalam belajar psikologi untuk mengembangkan suatu
sistem pembelajaran matematika. Sistem tersebut, yang sebagian didasarkan pada psikologi
belajar Piaget, dikembangkan dalam usaha untuk membuat matematika lebih menarik
dan lebih mudah untuk dipelajari.
B. Konsep Matematika
Dienes
memandang matematika sebagai penyelidikan tentang struktur, pengklasifikasian
struktur, memilah-milah hubungan di dalam struktur, dan membuat kategorisasi hubungan-hubungan di
antara struktur-struktur. Ia yakin bahwa setiap konsep (atau prinsip)
matematika dapat dipahami dengan tepat hanya jika mula-mula disajikan melalui
berbagai representasi konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk
menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh
lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep
matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
Konsep matematis murni berhubungan dengan klasifikasi
bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas
dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ
Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing
menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
Konsep notasi adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat
langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275
berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari
notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada
sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai
cabang matematika adalah faktor penting dalam pengembangan dan perluasan
matematika selanjutnya.
Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi
untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang
berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan.
Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari
konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik
para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol
tanpa pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat
kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6,
dan = x + berusaha menerapkan konsep murni dan konsep
notasi yang tidak cukup mereka kuasai.
Dienes memandang
belajar konsep sebagai seni kreatif yang tidak dapat dijelaskan oleh teori
stimulus-respon mana pun seperti tahap-tahap belajar Gagne. Dienes percaya
bahwa semua abstraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman konkret; akibatnya
sistem pembelajaran matematika Dienes menekankan laboratorium matematika,
objek-objek yang dapat dimanipulasi, dan permainan matematika.
C. Tahap-tahap dalam Belajar Konsep Matematika
Dienes yakin
bahwa konsep-konsep matematika harus dipelajari secara bertahap yang mirip
dengan tahap-tahap perkembangan intelektual Piaget. Ia memandang sebagai
aksioma enam tahap mengajar dan belajar konsep matematika yakni (1) bermain
bebas, (2) bermain dengan aturan (games), (3) mencari sifat-sifat yang sama,
(4) representasi, (5) simbolisasi, dan (6) formalisasi.
Tahap 1.
Bermain Bebas
Tahap
bermain bebas dari belajar konsep terdiri dari kegiatan-kegiatan yang tidak
distrukturkan dan tidak diarahkan yang membolehkan para siswa untuk
bereksperimen dengan dan memanipulasi representasi fisik dan asbstrak beberapa
unsur dari konsep yang dipelajari. Tahap belajar konsep ini hendaknya dibuat
sebebas dan tak terstruktur mungkin; akan tetapi guru hendaknya menyediakan
bahan-bahan yang sangat bervariasi untuk dimanipulasi para siswa. Akan tetapi periode
bermain bebas yang tanpa aturan ini mungkin dinilai rendah nilainya oleh guru
yang terbiasa mengajar matematika menggunakan metode yang sangat terstruktur,
namun ini merupakan tahap penting dalam belajar konsep. Di sini para siswa
mengalami untuk pertama kalinya berhubungan dengan banyak komponen dari konsep
baru melalui interaksi dengan lingkungan belajar yang berisi banyak
representasi konkret dari konsep itu. Pada tahap ini para siswa membentuk
struktur mental dan sikap yang menyiapkan mereka untuk mengerti struktur
matematis suatu konsep.
Tahap 2.
Games
Setelah
periode bermain bebas dengan banyak representasi suatu konsep, para siswa akan
mulai mengamati pola-pola dan keteraturan yang melekat pada konsep itu. Mereka
memperhatikan bahwa aturan-aturan tertentu menentukan suatu kejadian, bahwa
beberapa hal adalah mungkin dan bahwa hal lainnya tidak mungkin. Sekali siswa
telah menemukan aturan-aturan dan sifat-sifat yang menentukan suatu kejadian,
mereka siap untuk memainkan games,
bereksperimen dengan mengubah aturan permainan yang dibuat oleh guru dan
membuat permainan mereka sendiri. Games memungkinkan
para siswa bereksperimen dengan berbagai parameter dan variasi dalam suatu
konsep dan untuk mulai menganalisis struktur matematis suatu konsep. Berbagai
permainan dengan representasi yang berbeda tentang suatu konsep akan membantu
para siswa menemukan unsur-unsur logis dan matematis suatu konsep.
Tahap 3.
Mencari Sifat yang sama
Bisa
terjadi setelah memainkan beberapa games menggunakan
representasi fisik yang berbeda dari suatu konsep, para siswa mungkin tidak
menemukan struktur matematis yang ada pada semua representasi konsep itu.
Sebelum para siswa menyadari adanya sifat-sifat yang sama dalam
representasi-representasi itu, mereka tidak akan dapat mengklasifikasi contoh
dan bukan contoh dari suatu konsep. Dienes menyarankan agar para guru dapat
membantu para siswa melihat struktur yang sama dalam contoh-contoh konsep itu
dengan menunjukkan kepada mereka bahwa setiap contoh dapat dijelmakan ke dalam
setiap contoh lain tanpa mengubah sifat-sifat abstrak yang sama pada semua
contoh. Seperti halnya untuk menunjukkan sifat-sifat yang sama yang ditemukan
dalam setiap contoh dengan memikirkan beberapa contoh pada saat yang sama.
Tahap 4.
Representasi
Setelah
para siswa mengamati unsur-unsur yang sama dalam setiap contoh konsep, mereka
perlu mengembangkan, atau menerima dari guru, representasi tunggal konsep itu
yang meliputi semua unsur yang sama yang ditemukan dalam setiap contoh. Para
siswa memerlukan representasi dengan tujuan untuk menunjukkan unsur-unsur yang
sama yang terdapat dalam semua contoh konsep. Suatu representasi konsep
biasanya lebih abstrak daripada contoh-contoh dan akan membawa para siswa lebih
dekat kepada pemahaman struktur matematis abstrak yang mendasari konsep itu. Contoh kegiatan
anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga)
dengan pendekatan induktif.
Gambar
1. Gambar diagonal suatu poligon
Tahap 5.
Simbolisasi
Pada tahap ini
siswa perlu merumuskan dengan kata-kata yang sesuai dan simbol-simbol matemais
untuk mendeskripsikan representasi konsepnya. Baik sekali jika siswa dapat
menciptakan representasi simbolik mereka sendiri untuk setiap konsep; akan
tetapi, untuk tujuan konsistensi dengan buku teks, guru hendaknya campur tangan
dalam pemilihan sisem simbol oleh siswa. Pada awalnya lebih baik para siswa
diperbolehkan membuat representasi simbolik mereka sendiri, dan selanjutnya
mintalah mereka membandingkan simbolisasi mereka dengan simbolisasi dalam buku
teks. Para siswa hendaknya ditunjukkan pentingnya sistem simbol yang baik dalam
memecahkan masalah, membuktikan teorema, dan dalam menjelaskan konsep-konsep.
Sebagai contoh, teorema Pythagoras akan lebih mudah diingat dan digunakan jika
ia disajikan secara simbolis sebagai a2 + b2 = c2,
daripada secara verbal sebagai ”untuk segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi
miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi yang lain.”
Tahap 6.
Formalisasi
Setelah para
siswa mempelajari suatu konsep dan struktur matematis yang berkaitan, mereka harus mengurutkan sifat-sifat konsep
itu dan memikirkan akibatnya. Sifat-sifat utama dalam suatu struktur matematis
merupakan aksioma-aksioma suatu sistem. Sifat-sifat yang diturunkan adalah
teorema, dan prosedur dari aksioma untuk mencapai teorema adalah bukti
matematis. Pada tahap ini para siswa menyelidiki akibat-akibat suatu konsep dan
menggunakan konsep untuk menyelesaikan soal-soal matematika murni dan terapan.
Pada
tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Menurut
Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai
dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak
didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan
memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan.
Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara
penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk
membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi
terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk
berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakinjelas bagi anak dalam
memahami konsep tersebut.
Berhubungan
dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang
terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk
membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan
temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak
didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar
yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo-simbol dengan
konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi
kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan
formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih
melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif darinpada hanya
sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan
matematika ke satu bidang baru.
Games
Dienes yakin
bahwa permainan merupakan alat yang bermanfaat untuk mempelajari konsep-konsep
matematis melalui enam tahap perkembangan konsep. Ia menyebut permainan yang
dimainkan pada tahap permainan yang tak diarahkan, di mana para siswa melakukan
sesuatu untuk kesenangan mereka sendiri, permainan
pendahuluan. Permainan pendahuluan selalu informal dan tak terstruktur dan
bisa dibuat oleh para siswa dan dimainkan secara individual atau kelompok. Pada
tahap pertengahan belajar konsep, di mana para siswa mengelompokkan unsur-unsur
suatu konsep, permainan terstruktur bisa menolong. Permainan terstruktur
dirancang untuk tujuan belajar tertentu dan bisa dikembangkan oleh guru atau
dibeli dari perseroan yang memproduksi bahan-bahan kurikulum matematika. Pada
tahap akhir perkembangan konsep, ketika para siswa sedang memantapkan dan
menggunakan suatu konsep, permainan
praktik bisa menolong. Permainan praktik dapat digunakan sebagai latihan
praktik dan dril, untuk meninjau konsep, atau sebagai cara untuk mengembangkan
penerapan konsep.
D. Penerapan Teori Dienes dalam Pembelajaran
Dalam
menerapkan enam tahap belajar konsep dari Dienes untuk merancang pembelajaran
matematika, mungkin suatu tahap (bisa tahap bermain bebas) tidak cocok bagi
para siswa atau kegiatan-kegiatan untuk dua atau tiga tahap dapat digabung
menjadi satu kegiatan. Mungkin perlu dirancang kegiatan-kegiatan belajar khusus
untuk setiap tahap jika kita mengajar siswa-siswa SD kelas rendah; tetapi untuk
siswa-siswa SMP dimungkinkan menghilangkan tahap-tahap tertentu dalam mempelajari
beberapa konsep. Model mengajar matematika dari Dienes hendaknya diperlakukan
sebagai pedoman, dan bukan sekumpulan aturan yang harus diikuti secara ketat.
Konsep
perkalian bilangan bulat negatif akan dibahas di sini sebagai contoh bagaimana
tahap-tahap Dienes dapat digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan
mengajar/belajar. Karena hampir semua siswa belajar menambah, mengurang,
mengalikan dan membagi bilangan-bilangan asli, dan menambah dan mengurang
bilangan-bilangan bulat sebelum belajar mengalikan bilangan bulat, kita
berasumsi bahwa konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai
oleh para siswa.
Bagi para siswa
kelas 6 atau 7, dapat mulai sesi permainan bebas dengan secara informal
mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli dan sifat-sifat aljabar dari
bilangan asli. Guru mungkin juga mendiskusikan penjumlahan dan pengurangan pada
bilangan bulat dan sifat pertukaran dan pengelompokan penjumlahan. Guru bisa
juga mengganti permainan bebas dengan tinjauan informal. Atau tahap bermain bebas dan game bisa digabung menjadi beberapa permainan seperti permainan
kartu sederhana berikut: guru hendaknya menyiapkan meja panjang secukupnya
untuk permainan kartu standar sedemikian hingga terdapat satu meja panjang
untuk setiap lima siswa dalam kelas. Para siswa yang bermain dalam kelompok
lima orang dan setiap anak memegang empat kartu. Setiap siswa mengelompokkan
kartu-kartunya menjadi berpasang-pasangan, kemudian mengalikan kedua bilangan
yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu, dan kemudian menjumlahkan kedua
hasilkali itu. Siswa yang dapat memasangkan kartu-kartunya sehingga memperoleh
jumlah hasilkali terbesar adalah pemenang dalam kelompoknya. Bilangan-bilangan
pada kartu hitam dianggap sebagai bilangan positif, dan bilangan-bilangan pada
kartu merah (hati dan belah ketupat) sebagai bilangan negatif. Konsekuensinya
para siswa langsung dihadapkan pada masalah bagaimana mengelompokkan
kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali dan jumlah positif yang besar.
Beberapa kelompok mungkin menyepakati aturan-aturan yang berbeda untuk
menangani hasilkali dua bilangan negatif. Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4
dan kartu merah 7 dan 5 dapat digunakan untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43,
jika aturan yang benar bahwa hasilkali dua bilangan bulat negatif adalah suatu
bilangan bulat positif telah dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-bilangan
negatif tidak akan menolong dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa
siswa tentunya akan saling bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana
menyekor bilangan bulat negatif.
Untuk
memutuskan bagaimana menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif, guru
hendaknya menyajikan sekumpulan soal yang melibatkan mencari pola (sifat yang sama). Sebagai contoh, soal-soal ini dapat
didiskusikan di kelas:
- Selesaikan daftar berikut:
-3 x 3 = -9
-3 x 2 = -6
-3 x 1 = -3
-3 x 0 = 0
-3 x -1 = ?
-3 x -2 = ?
-3 x -3 = ?
- -3 x (7 + -2) = (-3 x 7) + (-3 x -2) = -21 + ?
tetapi -3 x (7
+ -2) = -3 x 5 = -15.
jadi bilangan berapakah ?
?
Sebagai guru matematika, kamu dapat
menyusun contoh-contoh lain yang menunjukkan bahwa hasilkali dua bilangan bulat
negatif adalah bilangan bulat positif.
Tahap representasi untuk membentuk konsep perkalian dua
bilangan bulat negatif, para siswa dapat mengamati diagram yang menyajikan
konsep itu dan mendeskripsikan sifat umum perkalian dua bilangan bulat negatif.
Dalam tahap simbolisasi, kelas hendaknya
menggunakan sistem simbol bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, (-a)(-b)
= +ab; dan untuk sebarang bilangan bulat x, y, z, x(y + z) = xy + xz.
Konsep itu
dapat diformalkan dengan mengetahui bahwa pernyataan, ”hasilkali dua bilangan
bulat negatif adalah bilangan bulat positif,” merupakan suatu aksioma.Teorema
seperti y x z = z x y dan x(y + z) = xy + xz dapat diwujudkan dan
dibuktikan.
siiip
BalasHapussemua tulisan di blog tentang tEORI belajar dienes sama aja...
BalasHapusmakasih
BalasHapus