salju

Jumat, 15 Februari 2013

Model Pembelajaran Kooperatif



                                                        Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Nurhadi (2004:112) bahwa : “ Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan”. Model pembelajaran koperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami suatu materi pelajaran yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.              Menurut Lie (2003 : 27) : “Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial “. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama siswa merupakan salah satu bagian  yang penting dalam proses pembelajaran kooperatif.
Pada pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajad tetapi heterogen baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar dalam mencapai ketuntasan belajar yang disajikan oleh guru.
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran kooperatif. Seperti yang diungkapkan Lie (2003:30) bahwa :“Ciri khusus dalam pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang   meliputi: (a) saling ketergantungan positif, (b) tanggung jawab perseorangan, (c) tatap muka, (d) komunikasi antar anggota dan (e) evaluasi proses kelompok”.
Model pembelajaran koperatif juga memiliki tujuan yang penting seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim (dalam Trianto, 2007 : 44) bahwa :”Tujuan pembelajaran kooperatif yaitu : (a) meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik ; (b) penerimaan yang luas terhadap keragaman; (c) mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh  Isjoni (2009:109) yang menyatakan bahwa: “Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi”. Keterampilan ini sangat penting dimiliki oleh siswa untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran dan dalam kehidupan mereka nantinya.
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan seperti yang dikemukakan Ibrahim (dalam Trianto, 2007: 48) sebagai berikut :
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
  2. Menyampaikan informasi.
  3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
  4. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
  5. Evaluasi atau memberikan umpan balik.
  6. Memberikan penghargaan.
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Adapun keunggulan pembelajaran kooperatif menurut Muharam pada htpp://atmmuharam.blogspot.com/ bahwa : ” Keunggulan pembelajaran kooperatif yaitu membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan untuk membantu teman”.

ANALISIS INSTRUMEN DALAM PENELITIAN



ANALISIS INSTRUMEN DALAM PENILAIAN
Suatu instrument digunakan sebelum harus dianalisis terlebih dahulu agar instrument tersebut benar-benar memenuhi syarat pengukuran dan penilaian. Beberapa komponen pokok yang harus dianalisis yaitu:
A.      VALIDITAS
Validitas didefenisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurnya, sehingga memberikan hasil ukur sesuai dengan yang hendak diukur. Suatu instrumen dikatakan “valid” atau “sahih” apabila tes tersebut tepat dan teliti mengukur apa yang hendak diukur.
Suatu butir tes dikatakan valid apabila  butir tes tersebut mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total yang mengakibatkan skor total menjadi tinggi atau rendah,dengan kata lain bahwa butir tes tersebut mempunyai kesejajaran dengan skor total.
Untuk menentukan validitas butir tes dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi (koefisien validitas) antara skor butir tes (item) dengan skor total dengan rumus Product Moment:        
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi
N = Jumlah sampel
X = Skor butir
Y = Skor total
Koefisien validitas yang diperoleh () dibandingkan dengan nilai-nilai r tabel Product Moment dengan derajat bebas (db = N-2) pada a = 0,05 dengan kriteria :
                 Jika rhit  >  r tabel    ,  maka butir tes tersebut dikatakan valid.

B.       RELIABELITAS
Reliabilitas adalah kemantapan / keterandalan / keajegan suatu alat pengukur, sehingga jika alat tersebut  digunakan selalu memberikan hasil yang konsisten. Sifat reliabel (keterandalan) dari sebuah alat ukur berkenaan dengan kemampuan alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten dan stabil.
Pengujian dengan metode test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrument beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama,respondennya sama tetapi waktunya yang berbeda. Tinggi rendahnya reliabilitas suatu instrumen, diketahui dari “ Koefisien reliabilitas yang disimbolkan dengan rxx atau r11. Dimana  harga rxx berkisar antara 0,0 – 1,0.
Salah satu cara mencari reliabelitas tes adalah melalui teknik Spearman-Brown yaitu sebagai berikut:
a.       Membuat table analisis butir soal atau butir pertanyaan
b.      Skor-skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian soal.
c.       Korelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua dengan menggunakan rumus korelasi product moment, akan diperoleh harga
d.      Untuk memperoleh indeks reliabelitas gunakan rumus , dimana:
reliabelitas instrument
 yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
Jika r11  >  r tabel    ,  maka tes tersebut dikatakan reliabel.
 Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan Metode tes ulang (“ Test-Retest method “ ) dan Metode Paralel (Equivalen).
C.       DAYA PEMBEDA
Daya pembeda adalah kemampuan suatu  item untuk membedakan antara siswa yang pintar (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh. Angka yang menunjukkan besarnya daya beda dari suatu item, disebut Indeks Daya Beda (Indeks Diskriminasi) disimbolkan dengan “D” dimana harga D berkisar antara –1 s/d +1.
Jika :D  = + 1,0 :  Berarti semua Kelompok Atas (JA) dapat menjawab item tersebut dengan benar, sedang semua Kelompok Bawah (JB) menjawab dengan salah.
D   = - 1,0  :  Berarti semua kelompok atas menjawab salah, sedangkan semua kelompok bawah menjawab benar. Item yang mempunyai indeks diskriminasi negatip harus digugurkan sebab item tersebut memiliki daya beda yang terbalik.
D  =  0        :    Berarti kelompok atas maupun kelompok bawah menjawab item tersebut sama-sama salah atau sama-sama benar (dengan demikian item tersebut tidak mempunyai daya beda sama sekali.
Suatu item dinyatakan memenuhi syarat jika D berkisar antara :  + 0,20  s/d  + 1,0.
Untuk mengetahui tingkat daya pembeda soal digunakan rumus;
Dp = Daya  Pembed
JBA = Jumlah siswa kelompok atas
JBB = Jumlah siswa kelompok bawah
( yang menajawab benar )

Kriteria Penentuan daya Pembeda :
DP £ 0 Daya beda sangat jelek
0,0  £ Dp £ 0,02 Jelek
0,02 £ Dp £ 0,49 Cukup
0,49 £ Dp £ 0,7 Baik
0,7 £ Dp £ 1 Sangat baik

D.      TINGKAT KESUKARAN
Suatu butir tes yang baik adalah butir tes yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Angka yang menunjukkan tingkat kesukaran suatu butir tes disebut Indeks Kesukaran item (P) yang dapat dihitung dengan formula:
P  =  B/T                      , dimana:
P  =  Indeks Kesukaran Item
B  =  Jumlah peserta tes yang menjawab item dengan  benar
T  =  Jumlah peserta tes
Makin besar harga P maka item tersebut semakin mudah, sebaliknya makin kecil P maka item tersebut makin sulit. Suatu butir tes dikatakan memenuhi syarat jika harga P berkisar antara : 0,20  -  0,80.   Jika P <   0,20   berarti  butir tes terlalu  sulit, dan jika P  >  0,80 berarti butir tes terlalu mudah.
Indek Kesukaran ( IK )


 
0,0                                     1,0
Sukar                              Mudah
Indek Kesukaran dirumuskan dengan :
KRITERIA INDEK KESUKARAN :
IK = 0 Þ Soal terlalu sukar
0,0 £ IK £ 0,3 maka Soal dikatakan sukar
0,3 £ IK £ 0,7 maka soal dikatakan sedang
0,7 £ IK £ 1,0 maka soal dikatakan mudah
IK = 1 maka soal dikatakan terlalu mudah
Jika IK = 1,0 ®  JBA + JBB = 2JSA = 2JSB
IK = 0 ® JBA + JBB = 0

HUBUNGAN DAYA PEMBEDA DENGAN TINGKAT KESUKARAN

 ,
Dengan demikian didapat hubungan :