1 Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan
untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan
sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3). Jika kita
mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota
A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah
mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat
dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih
kompleks lagi apabila digunakan dalam mengukur aspek psikologis seseorang,
seperti kecerdasan, keahlian dan latihan tertentu. Demikian juga halnya
pengukuran dalam bidang pendidikan, kita hanya mengukur atribut atau
karakteristik peserta didik tertentu. Misalkan, seorang guru dapat mengukur
penguasaan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu atau kemampuan dalam
melakukan suatu keterampilan tertentu yang telah dilatih.
Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana
dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu :
1. Pengukuran yang
dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah
kota,
2. Pengukuran untuk
menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar,
3. Pengukuran yang
dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang
ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.
Menurut Mahrens; pengukuran dapat diartikan
sebagai informasi berupa angka yang diperoleh melalui proses tertentu. Menurut
Suharsimi Arikunto; pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran.
Menurut Lien; pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpul dengan menggunakan
alat ukur yang objektif untuk keperluan analisis dan interpretasi.
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud
pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris.Proses pengumpulan ini dilakukan
untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran
selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja
mereka, mendengarkan
apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
b. Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak
terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan
dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu
diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik
akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada
gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi
siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk
selalu meningkatkan kemampuannya.
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang bersifat
kuantitatif. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan profesional
atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan
mengenai nilai sesuatu.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar,
penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi
yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan
ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8); penilaian adalah
kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi
(1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah
selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian
dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil
jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
2. Teknik Penilaian dan Pengukuran
A. Teknik Individual vs Kelompok
Proses pengukuran dan penilaian dapat
dilakukan secara individual maupun secara kelompok. Individual atau kelompok
ini dapat dilihat dari evaluator, pelaksanaan pengumpulan data dan norma untuk
mendasarkan kesimpulan penilaian yang diambil. Proses pengukuran dan penilaian
mungkin dilakukan oleh seorang evaluator terhadap peserta didik yang mungkin
dalam jumlah tertentu. Namun evaluatornya tersebut hanya seorang diri, bukan
merupakan tim, dan keputusannya tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain.
Evaluasi yang demikian dikatakan menggunakan teknik individual.
Disamping itu, individual juga dapat
dikonotasikan dari bagaimana peserta didik mengerjakan tes atau mengikuti
proses pengukuran. Jika mereka melakukannya satu per satu, lepas dari berapa
saja jumlah evaluatornya seperti dalam tes lisan atau wawancara maka termasuk
dalam kategori individual. Pemahaman lain terhadap teknik individual adalah
bagaimana hasil pengukuran itu diolah untuk mendapatkan keputusan penilaian.
Pemahaman lain terhadap teknik
individual adalah bagaimana hasil pengukuran itu diolah untuk mendapatkan
keputusan penilaian. Dalam konteks evaluasi bisa saja prestasi seorang peserta
didik dilihat dan diitrepetasikan dan dinilai apa adanya, tanpa menggunakan kriteria
prestasi peserta didik lain. Hal ini biasanya disebut Pendekatan Acuan Kriteria
(PAK). Dengan kata lain nilai (bukan skor) yang dia peroleh tidak dibandingkan
dengan prestasi orang lain, namun atas dasar kriteria atau standar tertentu.
Teknik demikian ini dapat disebut sebagai individual, walaupun mungkin yang mengevaluasi
suatu tim dan saat mengerjakan tes bersama-sama dengan peserta didik lain
ditentukan atas dasar prestasi rata-rata kelas atau kelompoknya. Yang demikian
ini disebut Pendekatan Acuan Norma (PAN). Teknik ini tidak mungkin diterapkan
secara individual, karena melibatkan pembandingan terhadap prestasi peserta
didik lain.
B. Teknik Langsung vs Tidak Langsung
Dalam kondisi yang wajar, biasanya
pengukuran dalam evaluasi pendidikan atau khususnya dalam proses pembelajaran,
dilakukan terhadap subjek atau peserta didik secara langsung tidak melalui
orang lain. Teknik ini terutama digunakan untuk pengukuran aspek-aspek kognitif
peserta didik.
Namum dalam kondisi tertentu, bisa
saja pengukuran dilakukan secara tidak langsung. Informasi atau data dikumpulkan
melalui orang lain seperti orang tua, teman sebaya atau orang lain yang dekat
dengan subjek. Teknik ini terutama digunakan untuk mengukur aspek-aspek non
kognitif peserta didik. Sosiometri dan wawancara tidak langsung mungkin
merupakan contoh yang sangat dikenal. Untuk menggunakan “orang lain” sebagai
sumber informasi seperti ini ada beberapa hal yang perlu diingat, antara lain :
(a) Sumber informasi itu harus terpecaya
dan tidak mempunyai vested interest; (b) informasi tidak
dapat dikumpulkan melalui subjek yang bersangkutan, karena bias-ladden dan (c) sebaiknya memungkinkan untuk mengambil sumber
informasi lebih dari seorang atau sepihak, sehingga dapat dilakukan cross-chek.
C. Teknik Tes vs Non Tes
Pada umumnya teknik dan instrument
pengukuran diklasifikasi menjadi tes dan non tes, yang masing-masing masih
dapat dirinci lagi menjadi beberapa macam.
a. Tes
Dalam konteks pengukuran dan
penilaian, tes mempunyai banyak pengertian. Tes dapat diartikan sebagai teknik
atau instrument pengukuran yang menggunakan serangkaian pertanyaan yang harus
dijawab atau tugas yang harus dilakukan secara sengaja dalam suatu kondisi yang
dirancang secara khusus untuk mengetahui potensi, kemampuan dan ketrampilan
peserta didik sehingga menghasilkan data atau skor yang dapat
diinterpretasikan. Dengan mencermati pengertian ini, dapat ditegaskan bahwa
dalam teknik atau instrumen ini (a) ada serangkaian pertanyaan atau tugas yang
harus direspon testee, (b) ada situasi yang sengaja dikondisikan, (c) diberikan
kepada peserta didik individual atau kelompok dan (d) respon testee tersebut
dideskripsikan secara kuantitatif untuk diintrepetasikan. Teknik dan instrument
ini dapat digunakan secara efektif dalam pengukuran tujuan pendidikan atau
pembelajaran dalam ranah kognitif sedang untuk kedua lainnya terutama untuk tipe
non baku, efektivitasnya rendahdan harus disiapkan secara lebih teliti dan
hati-hati. Secara umum test
memiliki dua fungsi yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.
Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang
telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program
pengajaran, karena melalui test tersebut dapatdiketahui seberapa jauh tujuan
pembelajaran telah dicapai.
Sebuah
tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
- Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid bila tes itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat
- Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Reliabelitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan relliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang sama.
- Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.
1.
Macam Tes
Tes
mempunyai berbagai macam jenis. Menurut objek atau variable yang akana diukur,
tes dapat dibedakan menjadi tes hasil belajar (achievement test) dan tes kepribadian atau psikologis (personality test). Menurut bentuk dan
ragam itemnya, tes dibagi menjadi tes objektif dan tes subjektif. Sedang
menurut cara mengekspresikan responnya tes dapat digolongkan menjadi tes verbal
dan tes non verbal. Menurut pembuat dan kualitasnya, tes dapat dikelompokkan
menjadi tes baku (standardized test)
dan tes buatan guru (teacher made test).
Tes juga dapat diklasifikasikan menjadi tes acuan kelompok (norm refenced test) dan tes acuan
criteria (criterion referenced test)
bila dilihat dari segi acuan yang dipakai untuk mengolah hasilnya.
a)
Tes hasil belajar vs Psikologis
Tes yang dikembangkan dan digunakan
untuk mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang baik berupa pengetahuan,
pemahmaan, sikap maupun ketermapilan sebagai hasil dari proses pembelajran
disebut tes hasil belajar atau tes prestasi belajar. Dengan kata lain, untuk
dapat disebut prestasi belajar harus merupakan kemampuan atau keterampilan yang
aktual dan diperoleh dari suatu proses pembelajaran yang khusus dan disengaja.
Alat ukur yang dapat mendeteksi kemampuan dan keterampilan inilah yang disebut
tes hasil belajar.
Bila tes hasil belajar hanya
mendeteksi kemampuan dan keterampilan peserta didik sebagai hasil dari suatu
proses pembelajaran, maka sebenarnya tidak dapat menjangkau secara menyeluruh
mengenai kondisi peserta didik yang sebenarnya juga penting untuk diketahui
oleh guru. Padahal prestasi belajar bersifat actual dan sementara sehingga
akurasi pengukurannya pun kadang-kadang belum memadai. Karena itu kemampuan dan
kecakapan peserta didik yang bersifat potensial dan relative tetap juga perlu
diketahui. Instrumen yang digunakan untuk kepentingan inilah yang disebut tes psikologi/tes
kepribadian. Menurut Stanley dan Hopkin dalam Abdullah (2012:45) bahwa :”tes
kepribadian adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur aspek-aspek non
intelektual mengenai kondisi mental atau psikologis seseorang”. Aspek-aspek non
intelektual tersebut antara lain berupa sikap, penyesuaian diri, sosiabilitas,
bakat (umum/khusus), minat dan sifat.
b)
Tes Verbal vs Non Verbal
Menurut expresi respon yang harus
diberikan tes dapat dibedakan anatar yang verbal dengan yang non-verbal.
Kelompok yang pertama merujuk kepada alat ukur tes yang pengungkapan responnya
menggunakan symbol bahasa, baik berupa kata atau symbol-simbol bahasa lainyang
mempunyai arti atau yang tidak diungkapkan secara lisan tertulis atau
menggunakan bahasa isyarat. Dalam pendidikan formal, jenis tes ini merupakan
yang paling bnayka digunakan. Berbeda dengan tes verbal lisan, tes verbal
tertulis dapat menjangkau sejumlah besar peserta didik meskipun dalam tempat
yang terpisah dan dalam waktu yang sama.
Disamping itu tes ini mempunyai kebebasan untuk mengerjakannya tanpa
terganggu keberadaan testor, lagi pula objektivitas penilaian juga dapat
ditingkatkan karena tersedianya kunci dan jawan soal yang sama.
Sedang
yang dimaksud dengan tes non-verbal adalah tes yang digunakan untuk direspon
dengan memakai symbol bilangan, gambar
atau tindakan. Tes non-verbal mempunyai beberapa krtieria mengenai ketepatan
respon yang diberikan. Tes ini tepat digunakan untuk mengukur perubahan sikap,
sera kemampuan meragakan atau mengaplikasikan keterampilan tertentu. Dengan
kata lain tes ini dapat mengukur tujuan pembelajaran yang termasuk dalam
kategori afektif dan psikomotorik.
c)
Tes Objektif vs Subjektif
Tes
dapat dikelompokkan menjadi objektif dan subjektif menurut bentuk atau ragam
itemnya, terutama untuk tes verbal tertulis. Yang pertama merujuk pada tes yang
benar-benar terstruktur dan testee harus meresponnya secara pasti atau dengan
memilih alternatif yang disediakan. Sedangkan tes subjektif memberikan
kesempatan kepada testee untuk memilih, mengorganisasikan atau menyajikan
respon dalam bentuk uraian.
Keduanya
mempunyai kelebihan dn kekurangan yang membuatnya tepat dipakai untuk tujuan
dan dalam situasi tertentu, namun tidak tepat dipakai untuk tujuan dan situasi
lain. Komparasi antara tes objektif dan subjektif dilihat dari beberapa
aspeknya disajikan oleh Gronlund (dalam Abdullah, 2012:47) dalam Tabel berikut
:
Dimensi
|
Objektif
|
Tes Subjektif
|
Tujuan pembelajaran yang diukur
|
Efisien untuk mengukur pengetahuan
tentang fakta. Tidak semua jenis tes ini dapat mengukur pemahaman, kemampuan
berpikir dan hasil belajar kompleks lainnya. Tidak efisien atau tidak tepat
untuk mengukur kemampuan memilih dan mengorganisasi gagasan, kemampuan
menulis dan beberapa macan keterampilan pemecahan masalah.
|
Tidak efisien untuk mengukur
pengetahuan tentang fakta. Dapat mengukur pemahman kemampuan berpikir, dan
hasil belajar kompleks lainnya, utamanya jika diperlukan orisinalitasnya.
Sangat tepat untuk mengukur kemampuan memilih dan mengorganisasi gagasan,
kemampuan menulis, keterampilan pemecahan masalah yang memerlukan
orisinalitas.
|
Persiapan butir
|
Jumlah butir soal yang dibutuhkan.
Persiapan sulit dan menyita banyak waktu.
|
Hanya beberapa butir saja yang
diperlukan. Persiapan cukup mudah (tetapi sebenarnya lebih sulit daripada
yang diduga).
|
Tingkat representasi
|
Dapat mewakili sejumlah besar
materi, karena dapat terdiri dari bnayak butir.
|
Karena jumlah butirnya yang sangat
sedikit, maka tidak dapat mewakili materi yang banyak.
|
Pengendali respon
|
Karena sepenuhnya terstruktur
hingga membatasi murid ntuk merespon. Bertele-tele dapat dihindari walaupun
spekulasi sulit dihindari.
|
Kebebasan merespon, termasuk untuk
bertele-tele, hingga keterampilan menulis dapat mempengaruhi skor, meskipun
spekulasi dapat diminimalkan.
|
Pemberian skor
|
Cepat, mudah, konsisten dan
objektif.
|
Sulit, pelan, tida konsisiten dan
subjektif.
|
Pengaruh terhadap belajar
|
Biasanya mendorong murid untuk
mengembangkan pengetahuan yang komperensif tentang fakta-fakta spesifik dan
kemampuan membedakan dan mengembangkan pemahaman dan keterampilan berpikir
lain jika dikontruksi dengan baik.
|
Mendorong murid untuk memusatkan
perhatian pada unit materi yang besar dengan tekanan pada kemampuan
mengorganisasi, menggabungkan dan mengungkapkan gagasan secara efektif.
Mendorong menulis jelek jika waktu terbatas.
|
Reabilitas
|
Jika dikontruksi dengan baik dapat
mencapai reabilitas tinggi.
|
Biasanya rendah, terutam karena
scoring yang tidak konsisten.
|
Tes objektif secara umum dibagi
menjadi dua,. Pertama, tes objektif dengan respon bebas. Termasuk dalam
kelompok ini adalah tes melengkapi (completion)
dan tes yang menghendaki jawaban singkat (short
answer). Kedua, tes objektif yang responnya telah tersedia. Termasuk dalam
kelompok ini adalah tes bentuk benar salah (true
false), pilihan ganda (multiple
choice) , penjodohan (matching)
dan pentaan kembali (rearrangement
exercise). Diantara jenis-jenis tes objektif ini masih dapat dirinci lagi
adalah tes pilihan berganda. Tes pilihan berganda dapat berupa : jenis jawaban
paling tepat, jenis pernyataan tak selesai, jawaban negative, jenis alternative
tidak lengkap, jenis kombinasi, jenis kompleks/sebab-akibat, tinjauan kasus,
membaca diagram dan menyimpulkan teks.
Sedang tes subjektif secara umum
dapat diklasifikasikan menjadi dua sepert yang diungkapkan oleh Mehrens &
Lehmann (dalam Ibrahim, 2012:49). Pertama tes yang menghendaki jawaban luas dan
bebas.Dalam menjawab tes jenis ini tidak dibatasi, mereka boleh membahas dan
mengorganisasikan jawabannya dengan keluwesan dan kebebasan memilih. Kedua, tes yang menghendaki respon terbatas.
Peserta didik lebih dibatasi dalam hal bentuk dan ruang lingkup jawaban yang
harus diberikannya, karena dia telah diberitahu secara spesifik mengenai
konteks jawabannya. Jika jenis pertama sesuai mengukur sub-ranah pemahaman,
aplikasi dan sintesis, tes yang kedua ini tepat digunakan untuk mengukur sub-ranah
pemahaman, aplikasi dan sintesis.
d) Tes Baku vs Non Baku
Tes dapat pula diklasifikasikan
menjadi tes baku (standardized test)
dan tes non naku atau sering juga disebut tes buatan guru (teacher made test).Tes baku adalah tes yang telah distandardisasikan
atau ynag disusun secara cermat oleh seseorang atau tim ahli penyusun tes
melalui uji coba berkali-kali hingga tes tersebut memiliki mutu yang tinggi.
Tes baku ini dapat berupa tes hasil
belajar, namun kebanyakan berupa tes psikologis atau kepribadian. Beberapa
contoh tes baku yaitu : tes untuk EBTANAS, tes UMPTN, Tes Potensi Akademik
(TPA), TOEFL dan International English Languange Test Scheme (IELTS).
Tes non baku atau juga disebut tes
buatan guru adalah suatu tes yang disusun oleh pendidik yang mungkin belum
memiliki keahlian memadai, untuk digunakan dalam proses pembelajran yang
dilakukan. Tes yang demikian ini mungkin belum diujicobakan sehingga validitas
dan reabilitasnya belum dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun demikian bukan
berarti tes non-baku ini selalu jelek dibandingkan dengan tes baku. Untuk lebih
jelasnya komparasi antara tes baku dengan tes non baku dipaparkan oleh Mehrens
dan Lehmann (dalam bdullah, 2012 : 51) sebagaimana dalam tabel berikut :
Karkteristik
|
Tes
Non Baku
|
Tes
Baku
|
Petunjuk
administrasi dan scoring
|
Biasanya
tidak ada petunjuk yang diseragamkan
|
Prosedur
administrasi dan scoring dibakukan dengan petunjuk khusus
|
Sampel
materi
|
Materi
dan sampelnya ditentukan oleh guru
|
Materi
ditentukan berdasarkan nkurikulum dan buku-buku acuan yang tersedia serta
program pendidikan oleh para ahli dan sampelnya ditentukan secara sistematis.
|
Kontruksi
|
Mungkin
secara cepat, dengan perencanaan sederhana, tanpa kisi-kisi soal, tiada uji
coba atau analisis dan revisi.
|
Melalui
prosedur kompleks dari penentuan tujuan, kisi-kisi, uji coba, analisis dan
revisi
|
Norma
intrepetasi
|
Pembandingan
dan interpretasi skor terbatas pada lingkup sekolah bersangkutan.
|
Di
samping di lingkup sekolah, juga bisa dibandingkan dan diintrepetasikan
dengan nirma kelompok, manual tes atau petunjuk lain yang ditentukan.
|
Tujuan
dan Penggunaan
|
Mengukur
hasil belajar dan bisa disesuaikan dengan materi atau kurikulum setempat.
Memungkinkan luwes saat menhadapi materi baru atau perubahan prosedur.
|
Mengukur
hasil belajar dan materi kurikulum nasional. Mengukur kemampuan dsara yang
lebih kompleks dapat diadaptasi dengan situasi tertentu.
|
b. Teknik Non-Tes
Instrument
non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui proses dan produk dari suatu
pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap,
minat, bakat dan motivasi. Adapun yang dimaksud instrument non-tes dalam hal
ini adalah serangkaian pertanyaan, pernyataan atau stimulasi lain yang harus
direspon peserta didik atau yang membutuhkan respon peserta didik atau yang
membutuhkan respon mereka dalam situasi yang tidak atau kurang dibakukan, untuk
mengukur aspek-aspek peserta didik yang terkait dengan tujuan pembelajaran dan
pendidikan. Adapun jenis-jenis non-tes tersebut, anatara lain sebagai berikut:
1) Angket dan Inventori
Angket
atau questioner dapat diartikan sebagai suatu daftar pertanyaan tertulis yang
dirinci dan lengkap yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden (peserta
didik) tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Angket terdiri atas
beberapa bentuk yaitu;
Ø Angket
berstruktur yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban. Angket
ini teriri dari tiga bentuk yaitu; (1) Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket
yang setiap pertanyaan sudah tersedia berbagai alternative jawaban; (2) Bentuk
jawaban tertutup tetapi pada alternative jawaban terakhir diberikan secara
terbuka; (3) bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban
dalam bentuk gambar.
Ø Angket
yang tak berstruktur yaitu bentuk angket yang memberikan jawaban secara
terbuka.
Adapun
keuntungan angket antara lain: (1) responden dapat menjawab dengan bebas tanpa
dipengaruhi oleh hubungan dengan peneliti atau penilai, dan waktu relative lama
sehingga objektivitas dapat terjamin; (2) informasi atau data terkumpul lebih
mudah karena itemnya homogen; (3) dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari
jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Sedangkan
kelemahan angket ini adalah (1) ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain;
(2) hannya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja; (3) responden hanya
menjawab berdasarkan jawaban yang ada.
Sedangkan
inventori adalah suatu alat ukur swa-respon yang berusaha menemukan atau
menggali apa yang disebut oleh Stanley sebagai “the nature of stock-taking” dari peserta didik, baik berupa
pengetahuan, kemampuan maupun keadaan diri mereka. Inventori berusaha menemukan
“status” individu dalam berbagai karakteristik personal dalam bentuk self-report.
2) wawancara
Wawancara
merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes untuk memperoleh data,
informasi dan atau pendapat peserta didik yang dilakukan melalui percakapan,
tanya jawab dan direkam secara sistematis, baik langsung maupun tidak langsung
dengan peserta didik.
Secara
umum, wawancara dapat dibagi menjadi:
Ø Wawanvara
terstruktur adalah wawancara dengan isi dan prosedur yang telah ditentukan dan
dipersiapkan sebelum wawancara itu dilaksanakan.
Ø Wawancara
tidak tersruktur dilakukan dalam situasi terbuka, dengan kebebasan dan
keluwesan yang lebih besar.
Ø Wawancara
tidak terfokus dilakukan dengan arahan atas pengendalian yang minimal atau
tidak ada sama sekali dari pewawancara, sedang responden bebas mengungkapkan
sepenuhnya perasaan-perasaan subjektifnya secara spontan.
Ø Wawancara
terfokus dilakukan dengan memusatkan perhatian pada respon-respon subjektif
responden mengenai situasi tertentu yang telah dialaminya dan telah dikaji oleh
pewawancara sebelum wawancara itu dilaksanakan.
Tujuan
wawancara adalah sebagai berikut: (1) untuk memperoleh informasi secara
langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu; (2)
untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah; (3) untuk memperoleh data agar
dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Adapun
kelebihan wawancara adalah: (1) dapat berkomunikasi secara langsung kepada
peserta didik sehingga infoprmasi yang diperoleh dapat diketahui
objektifitasnya; (2) dapat memperbaiki proses dan hasil belajar; (3)
pelakasanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis dan personal. Sedangkan
kelemahan wawancara ini adalah: (1) jika jumlah peserta didik cukup banyak,
maka [proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya; (2) ada
kalanya terjadi wawancara yag berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang
dapat memenuhi apa yang diharapkan; (3) sering timbul sikap yang kurang baik
dari peserta didik yang diwawancarai dan sikap overaction dari guru sebagai
pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan
orang yang diwawancarai.
3) Observasi
Observasi
adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan utama observasi antara lain :
- Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa
peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan
-
Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara
didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial (social skill)
- Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya
maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan
hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lainlain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru
dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama, hubungan sosial sesama peserta
didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya
Sebagaimana wawancara dan angket,
observasi juga dapat diklasifikasi menjadi beberapa macam antara lain;
berstruktur, tidak berstruktur, partisipasi, non-partisipasi, quasi partisipasi,
observasi dalam situasi bebas dan dalam situasi termanipulasi (Nurkanzana &
Sunartana, 1992: 51-52).
Ø Observasi
berstruktur yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan
terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor-faktor yang telah
diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan
dibatasi dengan jelas dan tegas.
Ø Observasi
tak berstruktur yaitu semua kegistan guru sebagai observer tidak dibatasi oleh
sesuatu keranngka kerja yang pasti. Kegiatan observer hanya dibatasi oleh
tujuan observasi itu sendiri.
Ø Observasi
partisipasi yaitu observasi yang dilakukan ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang
diteliti
Ø Observasi
non-partisipasi yaitu suatu observasi dimana pengamat menempatkan dirinya
diluar situasi atau kelompok yang diobservasi.
Ø Observasi
quasi partisipasi yaitu observer pada
saat tertentu menjadi partisipan, namun pada saat yang lain dia menjadi
‘penonton’.
Ø Observasi
dalam situasi bebas, maksudnya situasi itu masih asli dalam arti belum mendapat
campur tangan observer.
Ø Obervasi
dalam situasi termanipulasi, maksudnya observasi yang dilakukan atau
dilaksanakan dalam situasi yang telah dirancang atau dimodifikasi
(dimaipulasi).
Adapun
karakteristik observasi adalah: (1) mempunyai arah dan tujuan yang jelas; (2)
bersifat ilmiah; (3) terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi; (4) praktis
penggunaanya.
Sebagai instrumen evaluasi yang lain, observasi secara umum mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain:
a.Kelebihan
- Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
- Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang sedang
melakukan suatu kegiatan.
- Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan observasi.
- Tidak terikat dengan laporan pribadi.
b.Kekurangan
- Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan
yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
-
Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
- Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin (2009)
adalah sebagai berikut:
1.Merumuskan tujuan observasi
2.Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
3.Menyusun pedoman observasi
4.Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar
peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran
5.Melakukan uji coba pedoman observasi
untuk melihat kelemahan-kelemahan
pedoman observasi
6.
Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7.
Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8.
Mengolah dan menafsirkan hasil observasi
4) Skala Psikologis
(a)
Skala Bertingkat (Rating Scales),
adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan, gejala atau perilaku yang
dijabarkan dalam bentuk skala atau kategori yang bermakna dari nilai terendah
hingga tertinggi yang terkait dengan factor yang ada dalam pernyataan tersebut. Rentangan skala ini dapat berupa
nagaka (seperti; 1, 2, 3, 4, 5), huruf (seperti; A, B, C, D, E), atau kata
(seperti; TINGGI, SEDANG, RENDAH; atau TIDAK RENDAH, KADANG-KADANG, SELALU).
(b)
Skala Sikap Likert. Sebgaimana skala bertingkat, skala LIkert terdiri atas pernyataan atau fenomena, yang diikuti dengan
alternative atau pilihan secara kontinum dari ‘setuju’ samapi dengan ‘tidak
setuju’ atau sebaliknya. Alternatif ini dapat digambarkan dari dua pilihan
(setuju/tidak setuju), tiga (ditambahkan ‘netral’ atau’ ragu-ragu’), atau lima
(sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju).
Pernyataan dalam skala ini harus memadukan yang positif dengan yang negative.
(c)
Skala Guttman,instrument dengan pola ini disusun dengan memuat berbagai
pernyataan (sedikitnya lima pernyataan) yang diurutkan menurut tingkat
kepositifannya, dengan tekanan ekstrim pada unidimensionalitas. Responden
diminta untuk menentukan sikap dengan memilih salah satu diantara pernyataan
yang disediakan itu. Karena disusun dari derajat kepositifan terendah hingga
tertinggi, maka jika seorang responden memilih pernyataan tertentu, menurut
skala ini ini diartikan sebagai setuju terhadap keseluruhan item dibawahnya dan
tidak setuju dengan semua item yang ada di atasnya. Karakteristik yang demikian
ini desebut reprodusibilitas (Muller, 1986: 55).
(d)
Skala Trurstone, ini dikembangkan dengan meng-identifikasi objek sikap, kamudia
disusun pernyataan atau item (sebaiknya 50) tentang objek itu. Berdasarkan
pengkajian pendahuluan masing-masing item ditentukan “harga”nya. Teknik ini
meliputi perbandingan pasangan , interval pemunculan sama, dan interval
berurut. Responden diminta untuk memilih item-item yang disetujui. Semakin
banyak jumlah harga yang dikumpulkan seorang responden, semakin positif sikap
responden tersebut terhadap objek sikap tersebut.
5) Anecdotal Record
Catatan
anekdota adalah suatu catatan factual dan seketika tentang peristiwa, kejadian,
gejala atau tingkah laku yang spesifik dan menarik (baik positif maupun
negatif) yang dilakukan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Dalam catatan ini antara fakta dan tafsiran atau opini harus dipisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar