salju

Jumat, 22 Maret 2013

TEKNIK PENILAIAN DAN PENGUKURAN





1 Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a.    Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3). Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih kompleks lagi apabila digunakan dalam mengukur aspek psikologis seseorang, seperti kecerdasan, keahlian dan latihan tertentu. Demikian juga halnya pengukuran dalam bidang pendidikan, kita hanya mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu. Misalkan, seorang guru dapat mengukur penguasaan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu atau kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan tertentu yang telah dilatih.
Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu :
1.      Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota,
2.        Pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar,
3.        Pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.
Menurut Mahrens; pengukuran dapat diartikan sebagai informasi berupa angka yang diperoleh melalui proses tertentu. Menurut Suharsimi Arikunto; pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Menurut Lien; pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpul dengan menggunakan alat ukur yang objektif untuk keperluan analisis dan interpretasi.


Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan
apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
b.    Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang bersifat kuantitatif. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan profesional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8); penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.

 2. Teknik Penilaian dan Pengukuran
A. Teknik Individual vs Kelompok
            Proses pengukuran dan penilaian dapat dilakukan secara individual maupun secara kelompok. Individual atau kelompok ini dapat dilihat dari evaluator, pelaksanaan pengumpulan data dan norma untuk mendasarkan kesimpulan penilaian yang diambil. Proses pengukuran dan penilaian mungkin dilakukan oleh seorang evaluator terhadap peserta didik yang mungkin dalam jumlah tertentu. Namun evaluatornya tersebut hanya seorang diri, bukan merupakan tim, dan keputusannya tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Evaluasi yang demikian dikatakan menggunakan teknik individual.
            Disamping itu, individual juga dapat dikonotasikan dari bagaimana peserta didik mengerjakan tes atau mengikuti proses pengukuran. Jika mereka melakukannya satu per satu, lepas dari berapa saja jumlah evaluatornya seperti dalam tes lisan atau wawancara maka termasuk dalam kategori individual. Pemahaman lain terhadap teknik individual adalah bagaimana hasil pengukuran itu diolah untuk mendapatkan keputusan penilaian.
            Pemahaman lain terhadap teknik individual adalah bagaimana hasil pengukuran itu diolah untuk mendapatkan keputusan penilaian. Dalam konteks evaluasi bisa saja prestasi seorang peserta didik dilihat dan diitrepetasikan dan dinilai apa adanya, tanpa menggunakan kriteria prestasi peserta didik lain. Hal ini biasanya disebut Pendekatan Acuan Kriteria (PAK). Dengan kata lain nilai (bukan skor) yang dia peroleh tidak dibandingkan dengan prestasi orang lain, namun atas dasar kriteria atau standar tertentu. Teknik demikian ini dapat disebut sebagai individual, walaupun mungkin yang mengevaluasi suatu tim dan saat mengerjakan tes bersama-sama dengan peserta didik lain ditentukan atas dasar prestasi rata-rata kelas atau kelompoknya. Yang demikian ini disebut Pendekatan Acuan Norma (PAN). Teknik ini tidak mungkin diterapkan secara individual, karena melibatkan pembandingan terhadap prestasi peserta didik lain.

B. Teknik Langsung vs Tidak Langsung
            Dalam kondisi yang wajar, biasanya pengukuran dalam evaluasi pendidikan atau khususnya dalam proses pembelajaran, dilakukan terhadap subjek atau peserta didik secara langsung tidak melalui orang lain. Teknik ini terutama digunakan untuk pengukuran aspek-aspek kognitif peserta didik.
            Namum dalam kondisi tertentu, bisa saja pengukuran dilakukan secara tidak langsung. Informasi atau data dikumpulkan melalui orang lain seperti orang tua, teman sebaya atau orang lain yang dekat dengan subjek. Teknik ini terutama digunakan untuk mengukur aspek-aspek non kognitif peserta didik. Sosiometri dan wawancara tidak langsung mungkin merupakan contoh yang sangat dikenal. Untuk menggunakan “orang lain” sebagai sumber informasi seperti ini ada beberapa hal yang perlu diingat, antara lain : (a) Sumber informasi itu harus terpecaya  dan tidak mempunyai  vested interest; (b) informasi tidak dapat dikumpulkan melalui subjek yang bersangkutan, karena bias-ladden dan (c) sebaiknya memungkinkan untuk mengambil sumber informasi lebih dari seorang atau sepihak, sehingga dapat dilakukan cross-chek.

C. Teknik Tes vs Non Tes
            Pada umumnya teknik dan instrument pengukuran diklasifikasi menjadi tes dan non tes, yang masing-masing masih dapat dirinci lagi menjadi beberapa macam.
a.     Tes
Dalam konteks pengukuran dan penilaian, tes mempunyai banyak pengertian. Tes dapat diartikan sebagai teknik atau instrument pengukuran yang menggunakan serangkaian pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dilakukan secara sengaja dalam suatu kondisi yang dirancang secara khusus untuk mengetahui potensi, kemampuan dan ketrampilan peserta didik sehingga menghasilkan data atau skor yang dapat diinterpretasikan. Dengan mencermati pengertian ini, dapat ditegaskan bahwa dalam teknik atau instrumen ini (a) ada serangkaian pertanyaan atau tugas yang harus direspon testee, (b) ada situasi yang sengaja dikondisikan, (c) diberikan kepada peserta didik individual atau kelompok dan (d) respon testee tersebut dideskripsikan secara kuantitatif untuk diintrepetasikan. Teknik dan instrument ini dapat digunakan secara efektif dalam pengukuran tujuan pendidikan atau pembelajaran dalam ranah kognitif sedang untuk kedua lainnya terutama untuk tipe non baku, efektivitasnya rendahdan harus disiapkan secara lebih teliti dan hati-hati. Secara umum test memiliki dua fungsi yaitu:
a.      Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
b.     Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, karena melalui test tersebut dapatdiketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai.
Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
  1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid bila tes  itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat
  2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Reliabelitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan relliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang sama.
  3. Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.
1.     Macam Tes
Tes mempunyai berbagai macam jenis. Menurut objek atau variable yang akana diukur, tes dapat dibedakan menjadi tes hasil belajar (achievement test) dan tes kepribadian atau psikologis (personality test). Menurut bentuk dan ragam itemnya, tes dibagi menjadi tes objektif dan tes subjektif. Sedang menurut cara mengekspresikan responnya tes dapat digolongkan menjadi tes verbal dan tes non verbal. Menurut pembuat dan kualitasnya, tes dapat dikelompokkan menjadi tes baku (standardized test) dan tes buatan guru (teacher made test). Tes juga dapat diklasifikasikan menjadi tes acuan kelompok (norm refenced test) dan tes acuan criteria (criterion referenced test) bila dilihat dari segi acuan yang dipakai untuk mengolah hasilnya.


a)     Tes hasil belajar vs Psikologis
            Tes yang dikembangkan dan digunakan untuk mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang baik berupa pengetahuan, pemahmaan, sikap maupun ketermapilan sebagai hasil dari proses pembelajran disebut tes hasil belajar atau tes prestasi belajar. Dengan kata lain, untuk dapat disebut prestasi belajar harus merupakan kemampuan atau keterampilan yang aktual dan diperoleh dari suatu proses pembelajaran yang khusus dan disengaja. Alat ukur yang dapat mendeteksi kemampuan dan keterampilan inilah yang disebut tes hasil belajar.
            Bila tes hasil belajar hanya mendeteksi kemampuan dan keterampilan peserta didik sebagai hasil dari suatu proses pembelajaran, maka sebenarnya tidak dapat menjangkau secara menyeluruh mengenai kondisi peserta didik yang sebenarnya juga penting untuk diketahui oleh guru. Padahal prestasi belajar bersifat actual dan sementara sehingga akurasi pengukurannya pun kadang-kadang belum memadai. Karena itu kemampuan dan kecakapan peserta didik yang bersifat potensial dan relative tetap juga perlu diketahui. Instrumen yang digunakan untuk kepentingan inilah yang disebut tes psikologi/tes kepribadian. Menurut Stanley dan Hopkin dalam Abdullah (2012:45) bahwa :”tes kepribadian adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur aspek-aspek non intelektual mengenai kondisi mental atau psikologis seseorang”. Aspek-aspek non intelektual tersebut antara lain berupa sikap, penyesuaian diri, sosiabilitas, bakat (umum/khusus), minat dan sifat.

b)     Tes Verbal vs Non Verbal
            Menurut expresi respon yang harus diberikan tes dapat dibedakan anatar yang verbal dengan yang non-verbal. Kelompok yang pertama merujuk kepada alat ukur tes yang pengungkapan responnya menggunakan symbol bahasa, baik berupa kata atau symbol-simbol bahasa lainyang mempunyai arti atau yang tidak diungkapkan secara lisan tertulis atau menggunakan bahasa isyarat. Dalam pendidikan formal, jenis tes ini merupakan yang paling bnayka digunakan. Berbeda dengan tes verbal lisan, tes verbal tertulis dapat menjangkau sejumlah besar peserta didik meskipun dalam tempat yang terpisah dan dalam waktu yang sama.  Disamping itu tes ini mempunyai kebebasan untuk mengerjakannya tanpa terganggu keberadaan testor, lagi pula objektivitas penilaian juga dapat ditingkatkan karena tersedianya kunci dan jawan soal yang sama.
            Sedang yang dimaksud dengan tes non-verbal adalah tes yang digunakan untuk direspon dengan memakai symbol  bilangan, gambar atau tindakan. Tes non-verbal mempunyai beberapa krtieria mengenai ketepatan respon yang diberikan. Tes ini tepat digunakan untuk mengukur perubahan sikap, sera kemampuan meragakan atau mengaplikasikan keterampilan tertentu. Dengan kata lain tes ini dapat mengukur tujuan pembelajaran yang termasuk dalam kategori afektif dan psikomotorik.

c)     Tes Objektif vs Subjektif
Tes dapat dikelompokkan menjadi objektif dan subjektif menurut bentuk atau ragam itemnya, terutama untuk tes verbal tertulis. Yang pertama merujuk pada tes yang benar-benar terstruktur dan testee harus meresponnya secara pasti atau dengan memilih alternatif yang disediakan. Sedangkan tes subjektif memberikan kesempatan kepada testee untuk memilih, mengorganisasikan atau menyajikan respon dalam bentuk uraian.
Keduanya mempunyai kelebihan dn kekurangan yang membuatnya tepat dipakai untuk tujuan dan dalam situasi tertentu, namun tidak tepat dipakai untuk tujuan dan situasi lain. Komparasi antara tes objektif dan subjektif dilihat dari beberapa aspeknya disajikan oleh Gronlund (dalam Abdullah, 2012:47) dalam Tabel berikut :
Dimensi
Objektif
Tes Subjektif
Tujuan pembelajaran yang diukur
Efisien untuk mengukur pengetahuan tentang fakta. Tidak semua jenis tes ini dapat mengukur pemahaman, kemampuan berpikir dan hasil belajar kompleks lainnya. Tidak efisien atau tidak tepat untuk mengukur kemampuan memilih dan mengorganisasi gagasan, kemampuan menulis dan beberapa macan keterampilan pemecahan masalah.
Tidak efisien untuk mengukur pengetahuan tentang fakta. Dapat mengukur pemahman kemampuan berpikir, dan hasil belajar kompleks lainnya, utamanya jika diperlukan orisinalitasnya. Sangat tepat untuk mengukur kemampuan memilih dan mengorganisasi gagasan, kemampuan menulis, keterampilan pemecahan masalah yang memerlukan orisinalitas.
Persiapan butir
Jumlah butir soal yang dibutuhkan. Persiapan sulit dan menyita banyak waktu.
Hanya beberapa butir saja yang diperlukan. Persiapan cukup mudah (tetapi sebenarnya lebih sulit daripada yang diduga).
Tingkat representasi
Dapat mewakili sejumlah besar materi, karena dapat terdiri dari bnayak butir.
Karena jumlah butirnya yang sangat sedikit, maka tidak dapat mewakili materi yang banyak.
Pengendali respon
Karena sepenuhnya terstruktur hingga membatasi murid ntuk merespon. Bertele-tele dapat dihindari walaupun spekulasi sulit dihindari.
Kebebasan merespon, termasuk untuk bertele-tele, hingga keterampilan menulis dapat mempengaruhi skor, meskipun spekulasi dapat diminimalkan.
Pemberian skor
Cepat, mudah, konsisten dan objektif.
Sulit, pelan, tida konsisiten dan subjektif.
Pengaruh terhadap belajar
Biasanya mendorong murid untuk mengembangkan pengetahuan yang komperensif tentang fakta-fakta spesifik dan kemampuan membedakan dan mengembangkan pemahaman dan keterampilan berpikir lain jika dikontruksi dengan baik.
Mendorong murid untuk memusatkan perhatian pada unit materi yang besar dengan tekanan pada kemampuan mengorganisasi, menggabungkan dan mengungkapkan gagasan secara efektif. Mendorong menulis jelek jika waktu terbatas.
Reabilitas
Jika dikontruksi dengan baik dapat mencapai reabilitas tinggi.
Biasanya rendah, terutam karena scoring yang tidak konsisten.


            Tes objektif secara umum dibagi menjadi dua,. Pertama, tes objektif dengan respon bebas. Termasuk dalam kelompok ini adalah tes melengkapi (completion) dan tes yang menghendaki jawaban singkat (short answer). Kedua, tes objektif yang responnya telah tersedia. Termasuk dalam kelompok ini adalah tes bentuk benar salah (true false), pilihan ganda (multiple choice) , penjodohan (matching) dan pentaan kembali (rearrangement exercise). Diantara jenis-jenis tes objektif ini masih dapat dirinci lagi adalah tes pilihan berganda. Tes pilihan berganda dapat berupa : jenis jawaban paling tepat, jenis pernyataan tak selesai, jawaban negative, jenis alternative tidak lengkap, jenis kombinasi, jenis kompleks/sebab-akibat, tinjauan kasus, membaca diagram dan menyimpulkan teks.
            Sedang tes subjektif secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua sepert yang diungkapkan oleh Mehrens & Lehmann (dalam Ibrahim, 2012:49). Pertama tes yang menghendaki jawaban luas dan bebas.Dalam menjawab tes jenis ini tidak dibatasi, mereka boleh membahas dan mengorganisasikan jawabannya dengan keluwesan dan kebebasan memilih.  Kedua, tes yang menghendaki respon terbatas. Peserta didik lebih dibatasi dalam hal bentuk dan ruang lingkup jawaban yang harus diberikannya, karena dia telah diberitahu secara spesifik mengenai konteks jawabannya. Jika jenis pertama sesuai mengukur sub-ranah pemahaman, aplikasi dan sintesis, tes yang kedua ini tepat digunakan untuk mengukur sub-ranah pemahaman, aplikasi dan sintesis.

d) Tes Baku vs Non Baku
            Tes dapat pula diklasifikasikan menjadi tes baku (standardized test) dan tes non naku atau sering juga disebut tes buatan guru (teacher made test).Tes baku adalah tes yang telah distandardisasikan atau ynag disusun secara cermat oleh seseorang atau tim ahli penyusun tes melalui uji coba berkali-kali hingga tes tersebut memiliki mutu yang tinggi.
            Tes baku ini dapat berupa tes hasil belajar, namun kebanyakan berupa tes psikologis atau kepribadian. Beberapa contoh tes baku yaitu : tes untuk EBTANAS, tes UMPTN, Tes Potensi Akademik (TPA), TOEFL dan International English Languange Test Scheme (IELTS).
            Tes non baku atau juga disebut tes buatan guru adalah suatu tes yang disusun oleh pendidik yang mungkin belum memiliki keahlian memadai, untuk digunakan dalam proses pembelajran yang dilakukan. Tes yang demikian ini mungkin belum diujicobakan sehingga validitas dan reabilitasnya belum dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun demikian bukan berarti tes non-baku ini selalu jelek dibandingkan dengan tes baku. Untuk lebih jelasnya komparasi antara tes baku dengan tes non baku dipaparkan oleh Mehrens dan Lehmann (dalam bdullah, 2012 : 51) sebagaimana dalam tabel berikut :

Karkteristik
Tes Non Baku
Tes Baku
Petunjuk administrasi dan scoring
Biasanya tidak ada petunjuk yang diseragamkan
Prosedur administrasi dan scoring dibakukan dengan petunjuk khusus
Sampel materi
Materi dan sampelnya ditentukan oleh guru
Materi ditentukan berdasarkan nkurikulum dan buku-buku acuan yang tersedia serta program pendidikan oleh para ahli dan sampelnya ditentukan secara sistematis.
Kontruksi
Mungkin secara cepat, dengan perencanaan sederhana, tanpa kisi-kisi soal, tiada uji coba atau analisis dan revisi.
Melalui prosedur kompleks dari penentuan tujuan, kisi-kisi, uji coba, analisis dan revisi
Norma intrepetasi
Pembandingan dan interpretasi skor terbatas pada lingkup sekolah bersangkutan.
Di samping di lingkup sekolah, juga bisa dibandingkan dan diintrepetasikan dengan nirma kelompok, manual tes atau petunjuk lain yang ditentukan.
Tujuan dan Penggunaan
Mengukur hasil belajar dan bisa disesuaikan dengan materi atau kurikulum setempat. Memungkinkan luwes saat menhadapi materi baru atau perubahan prosedur.
Mengukur hasil belajar dan materi kurikulum nasional. Mengukur kemampuan dsara yang lebih kompleks dapat diadaptasi dengan situasi tertentu.


b. Teknik Non-Tes
Instrument non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat dan motivasi. Adapun yang dimaksud instrument non-tes dalam hal ini adalah serangkaian pertanyaan, pernyataan atau stimulasi lain yang harus direspon peserta didik atau yang membutuhkan respon peserta didik atau yang membutuhkan respon mereka dalam situasi yang tidak atau kurang dibakukan, untuk mengukur aspek-aspek peserta didik yang terkait dengan tujuan pembelajaran dan pendidikan. Adapun jenis-jenis non-tes tersebut, anatara lain sebagai berikut:
1) Angket dan Inventori
Angket atau questioner dapat diartikan sebagai suatu daftar pertanyaan tertulis yang dirinci dan lengkap yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden (peserta didik) tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Angket terdiri atas beberapa bentuk yaitu;
Ø  Angket berstruktur yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban. Angket ini teriri dari tiga bentuk yaitu; (1) Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang setiap pertanyaan sudah tersedia berbagai alternative jawaban; (2) Bentuk jawaban tertutup tetapi pada alternative jawaban terakhir diberikan secara terbuka; (3) bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban dalam bentuk gambar.
Ø  Angket yang tak berstruktur yaitu bentuk angket yang memberikan jawaban secara terbuka.
Adapun keuntungan angket antara lain: (1) responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peneliti atau penilai, dan waktu relative lama sehingga objektivitas dapat terjamin; (2) informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen; (3) dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Sedangkan kelemahan angket ini adalah (1) ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain; (2) hannya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja; (3) responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.
Sedangkan inventori adalah suatu alat ukur swa-respon yang berusaha menemukan atau menggali apa yang disebut oleh Stanley sebagai “the nature of stock-taking” dari peserta didik, baik berupa pengetahuan, kemampuan maupun keadaan diri mereka. Inventori berusaha menemukan “status” individu dalam berbagai karakteristik personal dalam bentuk self-report.
2) wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes untuk memperoleh data, informasi dan atau pendapat peserta didik yang dilakukan melalui percakapan, tanya jawab dan direkam secara sistematis, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik.
Secara umum, wawancara dapat dibagi menjadi:
Ø  Wawanvara terstruktur adalah wawancara dengan isi dan prosedur yang telah ditentukan dan dipersiapkan sebelum wawancara itu dilaksanakan.
Ø  Wawancara tidak tersruktur dilakukan dalam situasi terbuka, dengan kebebasan dan keluwesan yang lebih besar.
Ø  Wawancara tidak terfokus dilakukan dengan arahan atas pengendalian yang minimal atau tidak ada sama sekali dari pewawancara, sedang responden bebas mengungkapkan sepenuhnya perasaan-perasaan subjektifnya secara spontan.
Ø  Wawancara terfokus dilakukan dengan memusatkan perhatian pada respon-respon subjektif responden mengenai situasi tertentu yang telah dialaminya dan telah dikaji oleh pewawancara sebelum wawancara itu dilaksanakan.
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut: (1) untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu; (2) untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah; (3) untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Adapun kelebihan wawancara adalah: (1) dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik sehingga infoprmasi yang diperoleh dapat diketahui objektifitasnya; (2) dapat memperbaiki proses dan hasil belajar; (3) pelakasanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis dan personal. Sedangkan kelemahan wawancara ini adalah: (1) jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka [proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya; (2) ada kalanya terjadi wawancara yag berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan; (3) sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta didik yang diwawancarai dan sikap overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.
3) Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan utama observasi antara lain :
-    Mengumpulkan   data   dan   inforamsi   mengenai   suatu   fenomena,   baik   yang  berupa       peristiwa  maupun  tindakan,  baik  dalam  situasi  yang  sesungguhnya  maupun  dalam      situasi buatan
-   Mengukur  perilaku  kelas  (baik  perilaku  guru  maupun  peserta  didik),  interaksi  antara
    didik   dan   guru,   dan   faktor-faktor   yang   dapat   diamati   lainnya,   terutama
    kecakapan sosial (social skill)
- Menilai   tingkah   laku   individu   atau   proses   yang   tejadi   dalam   situasi   sebenarnya
   maupun situasi yang sengaja dibuat.


      Dalam  evaluasi  pembelajaran,  observasi  dapat  digunakan  untuk  menilai  proses  dan
hasil  belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lainlain.   Selain   itu, observasi   juga   dapat   digunakan   untuk   menilai   penampilan   guru
dalam  mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama, hubungan sosial sesama  peserta
didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya
            Sebagaimana wawancara dan angket, observasi juga dapat diklasifikasi menjadi beberapa macam antara lain; berstruktur, tidak berstruktur, partisipasi, non-partisipasi, quasi partisipasi, observasi dalam situasi bebas dan dalam situasi termanipulasi (Nurkanzana & Sunartana, 1992: 51-52).
Ø    Observasi berstruktur yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
Ø    Observasi tak berstruktur yaitu semua kegistan guru sebagai observer tidak dibatasi oleh sesuatu keranngka kerja yang pasti. Kegiatan observer hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Ø    Observasi partisipasi yaitu observasi yang dilakukan ikut ambil bagian atau    melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti
Ø    Observasi non-partisipasi yaitu suatu observasi dimana pengamat menempatkan dirinya diluar situasi atau kelompok yang diobservasi.
Ø    Observasi quasi partisipasi yaitu  observer pada saat tertentu menjadi partisipan, namun pada saat yang lain dia menjadi ‘penonton’.
Ø    Observasi dalam situasi bebas, maksudnya situasi itu masih asli dalam arti belum mendapat campur tangan observer.
Ø    Obervasi dalam situasi termanipulasi, maksudnya observasi yang dilakukan atau dilaksanakan dalam situasi yang telah dirancang atau dimodifikasi (dimaipulasi).
Adapun karakteristik observasi adalah: (1) mempunyai arah dan tujuan yang jelas; (2) bersifat ilmiah; (3) terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi; (4) praktis penggunaanya.
Sebagai  instrumen  evaluasi  yang  lain,  observasi  secara  umum  mempunyai  kelebihan dan kekurangan. Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain:
a.Kelebihan
- Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
- Observasi  cocok  untuk  mengamati  perilaku  peserta  didik  maupun  guru  yang  sedang
   melakukan suatu kegiatan.
- Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan observasi.
- Tidak terikat dengan laporan pribadi.
b.Kekurangan
- Seringkali  pelaksanaan  observasi  terganggu  oleh  keadaan  cuaca,  bahkan  ada  kesan
   yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
- Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
-  Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.

Adapaun   langkah-langkah   penyusunan   pedoman   observasi   menurut   Arifin   (2009)
adalah sebagai berikut:
1.Merumuskan tujuan observasi
2.Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
3.Menyusun pedoman observasi
4.Menyusun  aspek-aspek  yang  akan  diobservasi,  baik  yang  berkenaan  proses  belajar
peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran
5.Melakukan uji coba pedoman observasi untuk   melihat kelemahan-kelemahan    pedoman observasi
6. Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi

4) Skala Psikologis
(a) Skala Bertingkat (Rating Scales), adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan, gejala atau perilaku yang dijabarkan dalam bentuk skala atau kategori yang bermakna dari nilai terendah hingga tertinggi yang terkait dengan factor yang ada dalam pernyataan  tersebut. Rentangan skala ini dapat berupa nagaka (seperti; 1, 2, 3, 4, 5), huruf (seperti; A, B, C, D, E), atau kata (seperti; TINGGI, SEDANG, RENDAH; atau TIDAK RENDAH, KADANG-KADANG, SELALU).
(b) Skala Sikap Likert. Sebgaimana skala bertingkat, skala LIkert terdiri atas  pernyataan atau fenomena, yang diikuti dengan alternative atau pilihan secara kontinum dari ‘setuju’ samapi dengan ‘tidak setuju’ atau sebaliknya. Alternatif ini dapat digambarkan dari dua pilihan (setuju/tidak setuju), tiga (ditambahkan ‘netral’ atau’ ragu-ragu’), atau lima (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju). Pernyataan dalam skala ini harus memadukan yang positif dengan yang negative.
(c) Skala Guttman,instrument dengan pola ini disusun dengan memuat berbagai pernyataan (sedikitnya lima pernyataan) yang diurutkan menurut tingkat kepositifannya, dengan tekanan ekstrim pada unidimensionalitas. Responden diminta untuk menentukan sikap dengan memilih salah satu diantara pernyataan yang disediakan itu. Karena disusun dari derajat kepositifan terendah hingga tertinggi, maka jika seorang responden memilih pernyataan tertentu, menurut skala ini ini diartikan sebagai setuju terhadap keseluruhan item dibawahnya dan tidak setuju dengan semua item yang ada di atasnya. Karakteristik yang demikian ini desebut reprodusibilitas (Muller, 1986: 55).
(d) Skala Trurstone, ini dikembangkan dengan meng-identifikasi objek sikap, kamudia disusun pernyataan atau item (sebaiknya 50) tentang objek itu. Berdasarkan pengkajian pendahuluan masing-masing item ditentukan “harga”nya. Teknik ini meliputi perbandingan pasangan , interval pemunculan sama, dan interval berurut. Responden diminta untuk memilih item-item yang disetujui. Semakin banyak jumlah harga yang dikumpulkan seorang responden, semakin positif sikap responden tersebut terhadap objek sikap tersebut.
5) Anecdotal Record
Catatan anekdota adalah suatu catatan factual dan seketika tentang peristiwa, kejadian, gejala atau tingkah laku yang spesifik dan menarik (baik positif maupun negatif) yang dilakukan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok. Dalam catatan ini antara fakta dan tafsiran atau opini harus dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar